Allahumma Shalli `Alaa Sayyidina Muhammad
wa Aalihi Washahbihi Wasallim. Maulid Simtud Durar merupakan kitab
maulid yang cukup agung yang dibaca oleh umat muslim di seluruh dunia
khususnya yang dibawa dari bani alawy yaitu para habaib yang berdakwah
menyebar keseluruh dunia. Banyak keistimewaan dan keberkahan dalam
Maulid ini. Berikut dikisahkan dari buku biografi Habib Ali Al Habsy tentang penulisan kitab mulid ini.
Ketika usia Habib ‘Ali menginjak 68 tahun, ia menulis kitab maulid
yang diberinya nama Simtud Durar. Pada hari Kamis 26 Shafar 1327 H,
Habib ‘Ali mendiktekan paragraf awal dari Maulid Simtud Durar setelah
memulainya dengan bacaan basmalah sampai dengan ucapan hamdalah, Ia
kemudian memerintahkan agar
tulisan itu dibacakan kepada beliau. Setelah pendahuluan yang berupa
khutbah itu dibacakan, beliau berkata, “Insya Allah aku akan segera
menyempurnakannya. Sudah sejak lama
aku berkeinginan untuk menyusun kisah maulid. Sampai suatu hari anakku
Muhammad datang menemuiku dengan membawa pena dan kertas, kemudian
berkata kepadaku, ‘mulailah sekarang.’ Aku pun lalu memulai-nya.”
Kemudian dalam majelis lain beliau mendiktekan maulidnya:
Pada hari
Selasa, awal Rabi’ul Awwal 1327 H, ia memerintahkan agar maulid yang
telah beliau tulis dibaca. Beliau membukanya dengan Fatihah yang agung.
Kemudian pada malam Rabu, 9 Rabi’ul Awwal, beliau mulai membaca
maulidnya di rumah beliau setelah maulid itu disempurnakan. Beliau
berkata, “Maulid ini sangat menyentuh hati, karena baru saja selesai
diciptakan.” Pada hari Kamis, 10 Rabi’ul Awwal beliau menyempurnakan-nya
lagi. Pada malam Sabtu, 12 Rabi’ul Awwal 1327 H, ia membaca maulid
tersebut di rumah muridnya, Sayyid ‘Umar bin Hamid as-Saggaf.
Sejak hari itu Habib ‘Ali kemudian membaca maulidnya sendiri: Simtud
Durar. Sebelumnya ia selalu membaca maulid ad-Diba’i. Maulid Simtud
Durar yang agung ini
kemudian mulai tersebar luas di Seiwun, juga di seluruh Hadhramaut dan
tempat-tempat lain yang jauh. Maulid ini juga sampai ke Haramain yang
mulia, Indonesia,
Afrika, Dhafar dan Yaman. Disebutkan bahwa maulid Simtud Durar pertama
kali dibaca di rumah Habib ‘Ali, kemudian di rumah muridnya, Habib ‘Umar
bin Hamid. Para sahabat beliau kemudian meminta agar Habib ‘All membaca
maulid itu di rumah-rumah mereka.
Ia berkata kepada mereka, “Selama
bulan ini, setiap hari aku akan membaca Maulid Simtud Durar di rumah
kalian secara bergantian. Tanggal 27 Sya’ban 1327 H, Sayyid Hamid bin
‘Alwi Al-Bar akan pergi ke Madinah Al- Munawwarah membawa satu naskah
maulid Simtud Durar yang akan dibacanya di hadapan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu (alaihi wa sallam akan merasa sangat
senang. Habib Ali RA berkata: Dakwahku akan tersebar ke seluruh wujud.
Maulidku ini akan tersebar ke tengah-tengah masyarakat, akan mengumpul-
kan mereka kepada Allah dan akan membuat mereka dicintai Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika seseorang menjadikan kitab maulidku
ini sebagai salah satu wiridnya atau menghafalnya, maka rahasia (sir)
Al-Habib shallallahu ‘alaihi wa sallam akan tampak pada dirinya. Aku
yang mengarangnya dan mendiktekannya, namun setiap kali kitab itu
dibacakan kepadaku, dibukakan bagiku pintu untuk berhubungan dengan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pujianku kepada Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dapat diterima oleh masyarakat. Ini karena besarnya cintaku
kepada Nabi shallallahu alaihiwa sallam. Bahkan dalam surat-suratku,
ketika aku menyifatkan Nabi shallaltahu ‘alaihi wa sallam, Allah SWT
membukakan kepadaku susunan bahasa yang tidak ada sebelumnya. Ini adalah
ilham yang diberikan Allah SWT kepadaku. Dalam surat menyuratku ada
beberapa sifat agung Nabi shallaahu ‘alaihi wa sallam, andaikan Nabhani
membacanya, tentu ia akan memenuhi kitab-kitabnya dengan sifat-sifat
agung itu.
Munculnya Maulid Simtud Durar di zaman ini akan menyempurnakan
kekurangan orang-orang yang hidup di zaman akhir. Sebab, tidak sedikit
pemberian Allah SWT kepada orang-orang terdahulu yang tidak dapat diraih
oleh orang-orang zaman akhir, tapi setelah maulid ini datang, ia akan
menyempurnakan apa yang telah terlewatkan. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam sangat menyukai maulid ini.
Maulid Hari Kamis Akhir Bulan Rabi’ul Awwal
Suatu hari, Habib Abdul Qadir bin Muhammad bin Ali Al-Habsyi, cucu
penulis Simtud Durar berpidato: “Wahai saudara-saudaraku. Marilah kita
panjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang agung dan
karunia yang besar ini. Allah SWT bermurah kepada kita sehingga kita
dapat mengadakan acara agung yang dahulu diselenggarakan sendiri oleh
penulis kitab Maulid ini, pendiri acara yang agung ini sejak 90 tahun
yang lalu.
Acara itu dihadiri oleh masyarakat dari berbagai daerah. Ada
yang datang dari Hijaz, Dhafar, Sawahil dan negara-negara lainnya. Ada
yang memperkirakan, jumlah orang yang menghadiri maulid tersebut sekitar
30.000 orang. Habib Ali membiayai keperluan mereka semua dan beliau
juga mengurus jamuan dan kendaraan mereka. Sebab, saat itu tidak ada
mobil atau pesawat. Semua orang datang dengan mengendarai onta dan
kendaraan lain. Beberapa orang dan pegawai pemerintah mengkhawatirkan
hal ini, “Wahai Habib Ali, manusia berdatangan dari segenap penjuru,
bagaimana pembiayaannya” Habib Ali menjawab, “Kalian sambut saja mereka,
bukalah rumah kalian untuk mereka, Allah nanti yang akan memberi mereka
rezeki, bukan aku atau kalian. Bukalah rumah kalian untuk mereka, aku
akan menyediakan segala sesuatunya kepada kalian. Jika ada yang
kekurangan, pergilah ke tempat fulan dan fulan.” Beliau menyebutkan
beberapa nama sehingga mereka dapat mendatangi orang-orang itu untuk
mengambil semua yang diperlukan. Maulid yang agung ini dihadiri oleh
para munshib, dai dan ulama yang berasal dari berbagai daerah. Mereka
semua berkumpul sehingga turunlah madad, kebaikan, keberkahan dan
nafahat yang agung.
Para munshib datang dengan rombongan hadhrah mereka:
ada yang dari Syihr, Ghail dan dari berbagai tempat lain. Kota Seiwun
dipadati oleh manusia sebagaimana dikatakan oleh Habib ‘Ali: Seiwun
memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh kota-kota lain. Menjelang hari
Kamis terakhir bulan Rabi’ul Awwal, para buruh meminta ijin dari
majikan mereka untuk tidak masuk kerja. Pernah seorang buruh ditanya
mengapa harus libur, ia menjawab: Wahai Habib, ketahuilah, waktuku
setahun berlalu begitu saja; sia-sia. Sekarang yang kumiliki tinggal dua
hari ini saja, yaitu hari-hari pembacaan maulid. Nanti, ketika manusia
telah berkumpul di lembah itu, Habib ‘Ali akan berdiri dan menyeru
orang- orang ke jalan Allah SWT, mengajak mereka bertobat dan mendoakan
mereka, maka semua dosa dari orang-orang yang berkumpul di situ pasti
diampuni. ‘Ammi ‘Umar bin Hasan Al- Haddad berkata, “Perhatikanlah,
bagaimana kaum awam dapat menemukan sir.” Wallahu A`lam.
No comments:
Post a Comment